Selasa, 24 Juli 2007

MEMULAI USAHA

MEMULAI USAHA

12 Langkah Memulai Usaha

Berniat membuka usaha sendiri, tapi bingung harus mulai darimana? Memang tak mudah untuk memulai usaha, tapi jika Anda bisa menjawab pertanyaan berikut, berarti Anda siap memulainya:

  1. Apakah bidang usaha yang akan digeluti itu cukup potensial? Bagaimana prospeknya?
  2. Seberapa ketat persaingannya? Siapa kira-kira yang akan menjadi pesaing usaha tersebut? Bagaimana cara menghadapinya?
  3. Apa target usaha tersebut? Bagaimana mencapainya?
  4. Dari segi hukum, apa yang perlu disiapkan? Apa saja penghalangnya?
  5. Apa nama usaha (perusahaan) itu?
  6. Berapa dana yang dibutuhkan? Bagaimana memenuhinya?
  7. Dimana usaha tersebut akan dijalankan? Apakah sudah mempersiapkan kantornya?
  8. Sarana atau peralatan apa yang dibutuhkan? Bagaimana mendapatkannya?
  9. Apa tersedia asuransi yang memadai?
  10. Apakah Anda sudah memiliki supplier atau pemasok bahan baku?
  11. Sistem manajemen seperti apa yang akan diterapkan? Siapa yang akan menjalankan operasional usaha sehari-hari? Berapa karyaan yang dibutuhkan?
  12. Bagaimana sistem pemasaran dan distribusi produk atau jasa yang akan dihasilkan? Bagaimana agar masyarakat mengenal produk atau jasa yang akan dipasarkan?

Bila tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu, maka sebaiknya Anda mengkaji ulang niat membuka usaha sendiri, sampai benar-benar siap. (*) Sumber = www.danamon.co.id

10 Langkah Memulai Usaha Sendiri

1. START WITH A DREAM

Mulailah dengan sebuah mimpi. Semua bermula dari sebuah mimpi dan yakinkan akan produk yang akan kita tawarkan.A dream is where it all started: Pemimpilah yang selalu menciptakan dan membuat sebuah terobosa dalam produk, Cara pelayanan, jasa, ataupun idea yang dapat dijual dengan sukses. Mereka tidak mengenal batas dan keterikatan, tak mengenal kata ‘tidak bisa’ataupun tidak mungkin’.

2. LOVE THE PRODUCTS OR SERVICES

Cintailah Produk anda. Kecintaan akan produk kita akan memberikan sebuah keyakinan pada pelanggan kita dan mmbuat kerja keras terasa ringan. Membuat kita mampu melewati masa masa sulit. Enthusiaatism and Persistence: Antusiasme dan keuletan sebagai pertanda cinta dan keyakinan akan menjadi tulang punggung keberhasilan sebuah usaha yang baru.

3. LEARN THE BASICS OF BUSINESS.

Pelajarilah fundamental business. BEYOND THE *BUY LOW, SELL HIGH, PAY LATE, COLLECT EARLY*: Tidak akan ada sukses tanpa ada sebuah pengetahuaan dasar untuk business yang baik, belajar sambil bekerja, turut kerja dahulu selama1-2 tahun untuk dapat mempelajari dasar – dasar usaha akan membantu kita untuk maju dengan lebih baik. Carilah –Guru- yang baik.

4. WILLING TO TAKE CALCULATED RISKS.

Ambillah resiko. The Gaint that u will be able to achiave is directly propoltional to the risk taken: Berani mengambil resiko yang diperhitungkan merupakan kunci awal dalam dunia usaha, karena hasil yang akan dicapai akan proporsional terhadap resiko yang akan diambil. Sebuah resiko yang diperhitungkan dengan baik – baik akan lebih banyak Memberikan kemungkinan berhasil. Dan inilah faktor penentu yang membedakan -entreprenneur- dengan –manager-. Entrepreneur akan lebih dibutuhkan pada tahap –awal- pengembangan perusahaan, dan –manager- dibutuhkan akan mengatur perusahaan yang telah maju.

5. SEEK ADVICE, BUT FOLLOW YOUR BELIEF.

Carilah nasehat dari pekarnya, tapi ikuti kata – kata kita. Consult ConsultAnts, ask the experts, but follow, but follow your hearts. Entrepreneur selalu mencari nasehat dari berbagai pihak tapi keputusan akhir selalu ada ditagngannya dan dapt diputuskan dengan indera ke enam-nya. Komunikasi yang baik dan kepiawaian menjual. Pada fase awal sebuah usaha, kepiawaian menjual merupakan kkunci suksesnya. Dan kemampuan untuk memahami dan menguasai hubungan dengan pelanggan akan membantu mengambangkan usaha pada fase itu.

6. WORK HARD, 7 DAY A WEEK, 18 HOURS A DAY

Kerja keras. Ethos Kerja keras sering dianggap sebagai mimpi kuno dan seharusnya diganti, tapi hard-work and smart-work tidaklah dapat dipisahkan lagi sekarang. Hampir semua successful start-up butuh workaholics. Entrepreneur sejati tidak pernah lepas dari kerjanya, pada saat tidurpun otaknya bekerja dan berpikir akan bussinessnya. Me-lamun-kan dan memimpikan kerjanya.

7. MAKE FRIENDS AS MUCH AS POSSIBLE

Bertemanlah sebanyak banyaknya. Pada harga dan kwalitas yang sama orang membeli dari temannya, pada harga yang sedikit mahal, orang akan tetap membeli dari teman. Teman akan membantu mengembangkan usaha kita, memberi nasehat, membantu menolong pada masa sulit.

8. DEAL WITH FAILURES

Hadapi kegagalan. Kegagalan merupakan sebuah vitamin untuk menguatkan dan mempertajam intuisi dan kemampuan kita berwirausaha, selama kegagaln itu tidak –mematikan-. Setiap usaha selalu akan mempunyai resiko kegagalan dan bila mana itu sampai terjadi, bersiaplah dan hadapilah!.

9. JUST DO IT, NOW!

Lakukanlah sekarang juga. Bila anda telah siap, lakukanlah sekarrang juga. Manager selalu melakukan : READY-AIM-SHOOT,tetapi entrepreneur sejati akan melakukan READY-SHOOT-AIM!. Putuskan dan kerjakan sekarang, karena besok bukanlah milik kita.

(Dari milist kebunku@yahogroups.com)

File dapat di download (pdf) di sini

Mengajukan Kredit pada Bank

Butuh tambahan modal untuk usaha? Sebetulnya, mendapat kredit dari bank tak serumit yang dikira. Buktinya, banyak orang mendapatkannya. Kenapa Anda tak mencobanya?

Prinsipnya, bank hanya akan memberi kredit pada orang yang dipercaya. Oleh sebab itu, hal yang perlu Anda lakukan adalah meyakinkan pihak bank agar percaya pada Anda. Caranya? Penuhi semua persyaratan yang diminta!

Debitur
Bank membagi penerima kredit dalam dua golongan, yakni debitur perorangan dan debitur perusahaan. Tentu saja, persyaratan untuk kedua jenis debitur itu berbeda.

Bila Anda mengajukan kredit atas nama pribadi, maka Anda termasuk debitur perorangan. Debitur perorangan itu terdiri bisa berprofesi sebagai dokter, artis, pegawai negeri, perancang busana, arsitek, karyawan swasta, pedagang, dan lain-lain.

Bila Anda mengajukan kredit atas nama kelompok atau perusahaan, maka Anda disebut debitur perusahaan atau badan usaha. Semua bentuk usaha yang sah secara hukum (seperti PT, CV, Firma, dll), bisa mengajukan kredit.

Debitur Perorangan
Bank selanjutnya akan membedakan debitur perorangan ini dalam tiga golongan, yakni wirausahawan, karyawan, dan profesional, sesuai profesi masing-masing debitur. Persyaratan yang diminta umumnya sama, yakni:

1. Foto kopi identitas diri (KTP, SIM, atau paspor).

  1. Foto kopi akte nikah (bagi yang sudah menikah).
  2. Foto kopi kartu keluarga.
  3. Foto kopi rekekening koran/ giro atau tabungan 6-3 bulan terakhir.
  4. Foto kopi slip gaji dan surat keterangan bekerja dari perusahaan (bagi karyawan).

Debitur Perusahaan
Persyaratan yang diminta untuk kelompok debitur ini, antara lain:

  1. Bukti legalitas perusahaan
    • Foto kopi identitas diri dari para pengurus perusahaan (direktur & komisaris).
    • Foto kopi NPWP (Nomor Pokok wajib pajak).
    • Foto kopi SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan).
    • Foto kopi Akte Pendirian Perusahaan dari Notaris.
    • Foto kopi TDP (Tanda Daftar Perusahaan).
  2. Performa Keuangan
    • Kopi rekening koran/giro atau buku tabungan di bank manapun selama 6 s/d 3 bulan terakhir.
    • Data keuangan lain, seperti neraca keuangan, laporan rugi laba, catatan penjualan & pembelian harian, dan data pembukuan lainnya.

Jaminan
Bank biasanya akan meminta jaminan untuk lebih meyakinkan diri, bahwa Anda layak mendapat kredit. Bentuknya bermacam-macam, bisa berupa serifikat atau surat-surat berharga, bisa juga dalam bentuk wujud tanah, bagunan, kendaraan bermotor, dan lain-lain. Yang penting, nilainya lebih besar atau (minimal) sama dengan jumlah kredit diterima.

Selamat mencoba. Semoga sukses! (*)

Sumber = www.danamon.co.id

Menumbuhkan Semangat Berwirausaha

Thoby Mutis telah menulis buku Kewirausahaan Yang Berproses, diawali dengan bagaimana MacGyver yang senantiasa menampilkan keunikan dan kreativitas dan berkesinambungan. Film yang sangat digemari pada masa itu dijadikan simbol, yakni mengubah "kesempitan menjadi kesempatan" sehingga Stephen Covey dalam bukunya "First Thing First" menyebutnya Mac Gyver Factor. Covey menyatakan empat potensial yang dimiliki manusia, yaitu : Pertama; Self awareness, sikap mawas diri. Kedua; Conscience, mempertajam suara hati sehingga menjadi manusia yang berkehendak baik, seraya memunculkan keunikan serta memiliki misi dalam hidup ini. Ketiga; Independen will, pandangan independen untuk bekal bertindak dan kekuatan untuk mentransendensi. Keempat; Creative imagination, berpikir transenden dan mengarah kedepan/jangka panjang untuk memecahkan aneka masalah, dengan imajinasi, khayalan, serta memacu adaptasi yang tepat.

Entrepreneurship dianggap sebagai salah satu fungsi ekonomi karena dari semangat untuk berwirausaha hingga menjadi wirausaha baru kemudian menjadi wirausaha yang sesungguhnya sangat terkait dengan kontribusinya terhadap pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Selain entrepreneurship, ada pula Intrapreneurship yakni suatu entrepreneurship yang selalu menekankan pengembangan sumber daya, yakni sumber daya dari dalam untuk memacu bisnis yang sukses (putting internal resources first). Barangkali pengertian kedua ini jarang kita dengar, namun didalam prakteknya berada dalam lingkup kewirausahaan terutama yang menggerakkan sumber daya, sumber dana, dan sumber informasi dari lembaga perusahaan itu sendiri.

Kalau kewirausahaan itu merupakan sesuatu yang berproses, tentunya ada langkah-langkah strategis yang harus dimulai dari awal hingga menciptakan keberhasilan dalam bisnis. Lalu siapa yang akan menumbuhkan semangat berwirausaha itu, apakah pemerintah, atau iklim usaha atau pun peluang-peluang yang menarik dibandingkan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), karyawan perusahaan dan sebagainya. Hal inilah sepatutnya menjadi pemikiran kita bersama karena kita sangat menyadari bahwa lowongan untuk menjadi PNS, karyawan perusahaan BUMN, swasta sangatlah terbatas. Tiada jalan hidup mandiri dan berusaha sesuai kemampuan akan lebih realistik dari pada mengharapkan hujan di langit, air di tempayan ditumpahkan. Angka kemiskinan dan pengangguran semakin membengkak akibat krisis ekonomi yang membawa bangsa ini dalam keterpurukan dalam derajat hidup. Kita sadar betul bahwa bangsa ini sudah miskin. Riau memiliki angka yang fantastis 43,8 persen penduduknya miskin. Apapun yang kita lakukan untuk menyerap angkatan kerja yang demikian besar selalu sulit direalisir.

Terlepas dari apakah wirausaha itu bawaan lahir atau bisa dipelajari, maka ada beberapa catatan penting yang menurut penulis perlu kita perhatikan. Pertama; memberikan pemahaman yang jelas tentang bagaimana pentingnya berwirausaha itu, disamping menolong diri sendiri dapat membantu orang lain dalam menciptakan lapangan kerja baru dalam berbagai sektor. Ini tentunya berkaitan dengan adanya pengetahuan (kognitif) yang dilakukan melalui proses pengajaran di Perguruan Tinggi (PT) sampai ke tingkat pelatihan keterampilan. Ironisnya, Perguruan Tinggi baru memulai hal ini, padahal output mereka tidak bisa direm dan terus membengkak yang berakhir dengan lahirnya Pengangguran Tingkat Tinggi (PTT), kalau sudah begini akan melahirkan beban baru bagi pemerintah termasuk kredibilitas PT itu sendiri. Penulis juga tidak tahu persis berapa jumlah sarjana yang tidak mau menjadi PNS justru memilih mandiri untuk mengembangkan kemampuan ilmunya. Kedua; menciptakan iklim investasi yang kondusif baik dalam perizinan, informasi usaha, jaringan usaha dan sebagainya sehingga Wira Usaha Baru (WUB) dapat lahir setiap saat karena mampu membaca peluang yang muncul. Dorongan ini harus lahir dari penguasa dan birokrat karena kalau kita sadar betapa sulitnya untuk memulai usaha karena banyaknya aturan yang harus dipenuhi, padahal WUB sangat mendukung fungsi ekonomi yang dimaksud. Sepertinya perlu kebijakan yang mendasar dan mereformasi pekerjaan dinas atau instansi yang terkait dengan bidang-bidang usaha kecil yang muncul di masyarakat. Unit Pelayanan Terpadu (UPT) yang dimiliki oleh pemerintah selama ini hendaknya benar-benar berfungsi dan benar-benar mempunyai kebijakan untuk mempermudah, melayani kepentingan masyarakat dan menciptakan pendapatan baik pajak maupun retribusi untuk kesinambungan pembangunan. Ketiga; memberikan pembinaan dan penyuluhan secara rutin dan kontinyu serta berkesinambungan dengan program yang jelas dan terencana dengan baik. Selama ini terkesan sulit menciptakan koordinasi yang baik antar sektor terkait baik dinas atau instansi, PT, LSM, tokoh masyarakat.

Barangkali masih banyak faktor lain yang perlu menjadi pemikiran kita bersama agar tenaga kerja, angka kerja, pengangguran termasuk masyarakat miskin yang ingin berusaha dan ketiadaan usaha patut kita simak secara seksama. Betapa baiknya pun program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran termasuk PTT akan sulit dilaksanakan mengingat begitu banyak penduduk yang hidup dalam himpitan krisis yang berkepanjangan. Untuk itu upaya untuk menumbuhkan semangat kewirausahaan bagi semua kalangan adalah alternatif untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran. (Sumber = Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Bahana Mahasiswa )

Menumbuhkan Semangat Berwirausaha

Kunci Entrepreneurship, Kreatif dan Inovatif

Dunia usaha boleh saja berubah cepat. Sayangnya, teori-teori yang muncul, relative tidak diperbarui. Hasilnya? Peter Dracker, pakar ekonom dan manajemen. Langsung menuding. Katanya, “Ekonomi berdasarkan manajemen telah mati!”. Komentarnya ini sebagai sikapnya terhadap upaya penerapan teori yang dihasilkan dari kajian akademis seringkali terbentur berbagai variable yang tak pernah diperhitungkan sebelumnya. Bagaimana Paul Ormerod? Lebih ekstrim lagi. Malah secara tegas mengemukakan pendapat yang seolah memvonis bahwa ilmu ekonomi –secara keseluruhan- telah mati.

Dracker menilai, manajemen amat lambat menjawab perubahan yang terjadi. Ia melihat, pihak yang mampu menjawab perubahahn dunia usaha yang begitu cepat bukanlah manajemen, tetapi ekonomi berdasarkan kewirausahaan (entrepreneurship). Itu sebabnya Dracker maupun Paul EMrod haqul yaqin, maju mundurnya perusahaan tergantung pada kemampuan sang entrepreneur –umumnya pendiri atau pemilik usaha- untuk mengembangkan bisnisnya. Kesimpulannya, kegagalan sang pemilik memajukan perusahaan, berakibat mandeknya perusahaan yang bersangkutan. Artinya, terdapat ketergantungan yang begitu tinggi terhadap sang entrepreneur (si empunya perusahaan/sang wira usaha)

Begitupun Prof. Alejandrino J. Ferreria dari Asean Institute of Management di Filipina, sami mawon. Menurutnya, superioritas usaha yang digeluti amat ditentukan oleh paradigma wirausaha itu sendiri. “Sukses yang dicapai sekarang, tidak ada artinya jika tidak diimbangi dengan perencanaan dan kemampuan melihat ke depan,” ungkap Alejandrino dalam suatu lokakarya di lembaga manajemen PPM di Jakarta. Masih kata Alejandrino, setidaknya ada empat paradigma yang dapat membuat seorang wirausaha menjadi sukses atau superior di tingkat persaingan usaha yang semakin ketat.

Pertama, seorang wirausaha harus mampu memprediksi kemungkinan dimasa mendatang. Sebab, entrepreneur itu harus sarat ide-ide, seolah hanya melihat peluang dan kepuasan pelanggan. Sedangkan eksekutif, adalah seorang yang senantiasa menyelesaikan masalah yang timbul di perusahaan.

Paradigma kedua, fleksibilitas dari sang wirausaha. “Seorang entrepreneur harus bisa cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja maupun lingkungan usaha,” paparnya. Nah, hal ini diyakini akan membawa perusahaan untuk terus bisa bertahan.

Ketiga, rule of the game, harus dinamis dalam mengantisipasi sebagal macam kemungkinan sebagai kemampuan mengubah aturan main. Hal ini berkaitan erat dengan inovasi atau penciptaan hal-hal baru dalam berbisnis. Perubahan sistim pembayaran tariff telepon selular dari pascabayar ke prabayar merupakan contoh nyata perubahan aturan main (rule of the games) yang sangat antisipatif.

Paradigma keempat adalah kemampuan melanjutkan perubahan dari aturan atau bentuk yang telah ada sebelumnya. “Inovasi yang kita buat dalam beberapa masa ke depan akan selalu tertinggal. Kemampuan memperbaharui produk dan aturan main inilah yang dapat membuat seorang wirausaha menjadi superior, “ tandas Alejandrino serius.

Tapi tunggu dulu, kenyataan lain mengungkap bahwa kewirausahaan seorang entrepreneur saja ternyata belum cukup. Sebab, tentu ada keterbatasan-keterbasatan sang wirausaha itu sendiri dalam menggelindingkan roda usahanya. Itu sebabnya seorang wirausaha tidak boleh pelit dalam menularkan (mentransformasikan) ilmu entrepreneurshipnya kepada individu-individu di setiap lini perusahaannya. Nah, ini yang disebut dengan intrapreneurship atau intrausaha. Sebab, pada dasarnya, intrapreneurship adalah jiwa wirausaha yang juga merupakan hal mutlak yang harus dibangkitkan pada individu-individu dalam suatu perusahaan.

Konon, intrapreneurship belakangan makin berkembang saat perusahaan pusing tujuh keliling memikirkan pesaing-pesaing barunya yang memiliki sumber daya manusia dengan tingkat entrepreneurship amat tnggi. “Timbulnya fenomena ‘baru’ sebperti ini, pada akhirnya memaksa perusahaan untuk mentransformasikan jiwa wirausahanya kepada individu-individu di organisasinya,” kata pakar pemasaran dari Universitas Indonesia D. Rhenald Kasali. Kedepan, lanjutnya, kombinasi antara entrepreneurship dan intrapreneurship inilah yang akan menjadi kendaraan untuk mencapai tujuan secara optimal.

Jadi, ketika manajemen dianggap mati dan digantikan kewirausaha, bukan berarti manajemen tak diperlukan sama sekali. Manajemen tetap perlu, dan sebagai jawabannya ada pada intrausaha. Jadi, intrausaha merupakan kombinasi antara wirausaha dengan manajemen, karena jiwa entrepreneur juga tumbuh dari sebuah organisasi yang dijalankan dengan mengadopsi manajemen sebagai sarana mentransformasikannya. Memang, seperti kata Rhenald, entrepreneurship wajib dimiliki setiap pemimpin (leader) masa kini. Namun entrepreneurship dapat diciptakan, bukan hanya dilahirkan.
Karena itu, entrepreneur adalah seorang individu yang terorganisasi dengan baik, bukan acak-acakan dan tak ter struktur.

Lantas, bagaimana MLM? Banyak menyebut, bidang usaha ini “Universitas Entrepreneur”. Maklumlah, di bisnis yang memadukan selling dan sponsoring ini, setiap pelakunya diarahkan menjadi pengusaha mandiri, tanpa melihat embel-embel pendidikan maupun status sosial lainnya. Mereka terus dituntut kreatif dan inovatif dalam setiap kondisi, bangkit dari kegagalan, menciptakan downlinenya sebagai wirausaha juga. Tanpa duplikasi ini, jangan berharap seseorang menunai kesuksesan di MLM.

Sumber: Majalah Bulanan: Kemandirian Karir & Finansial “$UKSE$”

Menghadapi Rasa Takut Gagal dan Tidak Percaya Diri

Kalimat pertama yang ingin saya ucapkan pada Anda adalah ''Selamat atas kelulusan Anda.'' Anda kini mulai memasuki dunia baru, yaitu dunia riil tempat Anda harus bekerja. Dua problem besar yang dapat saya simpulkan adalah pilihan Anda pada karir sebagai wirausaha atau bekerja pada perusahaan, dan rasa takut gagal dan tidak PD. Baiklah, mari kita bahas problema ini.

Anda jangan berkecil hati karena perasaan takut dan tidak PD. Dari beberapa e-mail dan surat yang masuk, juga beberapa teman yang bertanya pada saya dalam sebuah kesempatan pelatihan dan pertemuan biasa, mereka juga banyak merasakan hal yang sama. Jadi, Anda tidak sendiri dan ini manusiawi kok.

Rasa takut gagal dan tidak PD memang saling terkait. Bisa jadi karena tidak PD, Anda jadi merasakan ketakutan akan kegagalan, atau sebaliknya. Rasa ini bisa timbul karena sejarah perjalanan hidup dan pengalaman kita di masa lalu.

Kondisi keluarga, budaya lingkungan, atau peristiwa-peristiwa tertentu yang menyebabkan kita menjadi seperti sekarang ini. Cara terbaik memang mencoba untuk melupakan masa lalu itu, ambil hikmah yang baik, dan buang pengalaman yang buruk.

Rasa takut gagal dalam melakukan wirausaha juga dapat disebabkan oleh mitos-mitos yang kita dengar di sekeliling kita. Misalnya, ada mitos yang menyebutkan ''memulai bisnis adalah berisiko dan sering berakhir dengan kegagalan.'' Karena Anda percaya dengan mitos ini maka perasaan takut gagal pun muncul dan ujung-ujung bisa tidak PD ketika memulai sebuah bisnis.

Apa betul begitu? Faktanya adalah seorang entrepreneur yang berbakat dan berpengalaman mendapat peluang, mampu menarik orang yang tepat, mampu mendapat uang dan sumber daya yang cukup untuk menjalankan bisnisnya.

Ada data statistik yang dapat kita pelajari mengenai bisnis baru. Persentase bisnis yang bangkrut di dua tahun pertama adalah sebesar 23,7 persen, di empat tahun pertama sebesar 51,7 persen, dan dalam masa enam tahun 62,7 persen. Data ini merupakan hasil survai The Wall Street Journal pada 1992. Apa yang dapat kita pelajari?

Paradigma bahwa bisnis kadang berakhir dengan kegagalan adalah sesuatu yang lumrah. Bukankah kita hidup sekarang saja selalu dihadapi oleh dua pilihan? Ada hitam ada putih, ada kanan ada kiri, ada amal ada dosa, ada surga ada neraka, dan ada sukses tentu ada juga gagal.

Jadi, sikap dalam diri kita bahwa dua hal ini selalu beriringan dan kadang kita mendapatkan satu di antaranya adalah ''hal yang memang kita hadapi,'' sehingga Anda nanti lebih tenang menghadapi dan dapat menerimanya dengan ikhlas, adalah sesuatu hal yang biasa.

Percaya diri juga dapat timbul kalau kita selalu berpikiran positif. Coba baca data statistik di atas dengan cara pandang yang berbeda. Di dua tahun pertama ada 76,3 persen yang berhasil. Ada 48,39 persen di empat tahun pertama yang berhasil, dan seterusnya. Berbeda bukan? Boleh jadi Anda dan bisnis Anda masuk ke dalam kelompok yang ini.

Satu lagi yang harus dicamkan dalam hati adalah jika usaha atau bisnis yang sedang Anda jalankan berujung dengan kegagalan. Yang gagal adalah bisnisnya, bukan Anda! Anda sendiri tidak gagal karena Anda dalam proses mencari sesuatu yang lebih baik. Sebenarnya triknya mudah. Ketika memulai berbisnis, niatkan bahwa Anda tidak hanya membuka bisnis tetapi juga beribadah.

Jadi, kalau-kalau tidak berhasil, bisnisnya boleh gagal, tetapi ibadah Anda berusaha membuat bisnis kan Insya Allah sudah dicatat sebagai amal kebajikan. Tidak ada yang gagal bukan? Kalau sudah begini, menurut saya, Anda sudah tidak perlu lagi merasa takut gagal dan percaya diri mestinya makin kuat timbulnya.

Untuk pilihan karir, cobalah Anda pelajari kelebihan dan kekurangannya. Dalam memulai bisnis, pengetahuan terhadap bisnis yang akan kita terjuni amat penting. Karena itu, jika belum memilikinya Anda harus mempelajarinya dengan baik. Bekerja di perusahaan pada awalnya juga dapat memberikan pengetahuan tentang berbisnis. Semuanya memang tergantung dari Anda.

Ir Sri Bramantoro Abdinagoro, MM (konsultan)
e-mail: probis2002@republika.co.id

Memulai Bisnis Lembaga Pendidikan Komputer


Memang banyak lembaga pendidikan komputer bermunculan, seiring dengan masuk dan pesatnya perkembangan teknologi informasi di seluruh dunia. Pilihan memulai bisnis ini merupakan pilihan yang baik, karena kebutuhan akan pengetahuan dan ketrampilan ini terus bertambah. Tinggal bagaimana kita mengelola dan menjualnya di masyarakat umum.

Untuk di daerah Anda, berdasarkan pengamatan Anda terhadap kondisi ''pasar'' yang tidak mendukung, tak acuh terhadap pendidikan komputer menjadikan Anda harus berusaha lebih keras lagi.

Terutama adalah bagaimana memberitahu bahkan mengajak mereka untuk memahami dan merasa perlu terhadap komputer. Pada posisi ini kondisi pasar seperti ini disebut market driven. Artinya, Anda memang harus memperkenalkan produk Anda pada pasar yang tidak tahu.

Bagaimana caranya? Anda hendaknya memiliki program pemasaran atau promosi yang gencar ke pasar. Cari kelebihan apa yang bakal diperoleh peserta jika belajar di lembaga pendidikan Anda. Jadikan itu sebagai selling point bisnis Anda.

Kelebihan bukan hanya dari fisiknya, misal ruangan yang tidak bising, mudah dijangkau atau lainnya. Tetapi, juga termasuk bagaimana pelayanannya, instrukturnya berkualitas atau tidak, metode mengajarnya yang mudah dimengerti, buku panduannya, atau lainnya.

Ciptakan juga beberapa program menarik. Misalnya, program diskon, paket murah, paket singkat, atau yang lainnya. Cobalah untuk berkreasi sendiri. Meniru juga tidak apa-apa. Lihat dan pelajari bagaimana lembaga pendidikan lain atau bahkan perusahaan lain (yang tidak berhubungan dengan komputer) melakukan program promosi. Mungkin Anda bisa menciptakan ide dari situ. Seorang entrepreneur seperti Anda harus kreatif kan?

Selain itu, coba Anda analisa lagi target market produk Anda. Bisa jadi Anda malah menemukan pasar sasaran lainnya. Saat sekarang, siapa target market Anda? Apakah mereka sudah Anda ''kejar'' habis-habisan? Dengan program dan sasaran yang jelas?

Jika belum berhasil, Anda dapat mencoba lebih keras dan kreatif lagi. Atau, Anda cari pasar sasaran yang lain. Buatlah pasar sasaran itu spesifik. Jika pasar sasaran Anda masyarakat umum dan sekolah, masyarakat yang mana? Sekolah tingkatan yang mana?

Program pemasaran dan promosi akan lebih efektif dan efisien jika Anda tepat menembak sasarannya. Jika memungkinkan, buat semacam program kerjasama, baik dengan sekolah atau institusi/kantor-kantor pemerintah. Mungkin Anda harus menggratiskannya dulu. Tidak apa-apa, toh Anda juga sedang melakukan promosi.

Program kerjasama itu, misalnya, memperkenalkan penggunaan internet ke sekolah-sekolah atau kantor-kantor secara gratis. Program ini selain memperkenalkan nama/merek lembaga pendidikan Anda, hendaknya juga Anda perkenalkan produk/jenis-jenis pendidikan yang ada pada Anda sehingga orang-orang atau target market Anda memahami dan tahu produk Anda. Lakukan hal ini secara rutin, buatlah target, misalnya tiga sekolah/kantor dalam seminggu.

Mengenai dana, janganlah itu menjadi beban. Program di atas saja rasanya tidak memerlukan biaya yang besar. Hanya dibutuhkan tenaga dan waktu Anda untuk melakukan presentasi di depan target market
Anda. Usaha yang tekun dan tekad yang terus menyala diperlukan bagi semua orang yang memulai bisnis. Tidak penting sebesar atau sekecil apapun bisnisnya, ruangan kelasnya, kantornya, atau lainnya.


Ir Sri Bramantoro Abdinagoro, MM (konsultan)
e-mail: probis2002@republika.co.id

Wirausaha Alternatif Solusi Masalah Ketenagakerjaan

Oleh Purbo Daru Kusumo, S.T.

Pikiran Rakyat - TAHUN 2003 bukanlah tahun yang baik dalam hal ketenagakerjaan khususnya jumlah lapangan kerja yang tersedia. Prediksi pada tahun tahun 2003 yang mengisyaratkan jumlah pengangguran mencapai 9,7 juta jiwa menandakan lapangan kerja sudah sangat terbatas. Dengan demikian, 9,7 juta pendudukan tersebut akan menambah beban masyarakat.

Belum lagi masalah jumlah investasi asing yang akan meninggalkan Indonesia pada tahun 2003. Setiap investasi asing yang keluar dari Indonesia akan berdampak pada pertambahan jumlah pengangguran.

Kesalahan bukan terletak sepenuhnya di pihak investor. Dalam melakukan investasi, salah satu faktor penting yang dilihat adalah prospek dari investasi yang ditanam. Selain itu, tingkat keamanan investasi tersebut. Sudah bukan hal yang asing jika daya tarik Indonesia sudah kalah dengan negara-negara tetangganya.

Tanggung jawab juga tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Sehebat apa pun pemerintahan, jika persoalan sudah sedemikian parah, penyelesaiannya juga akan memakan waktu yang tidak sebentar.

Tanggung jawab sebenarnya adalah terletak pada diri kita sendiri. Akan lebih bijaksana jika tidak menyalahkan siapa pun jika lapangan pekerjaan saat ini begitu terbatas dan tidak sebanding dengan tenaga kerja yang harus diserap. Jika hanya berpikir untuk menyerahkan tanggung jawab ini kepada orang lain, masalah tidak akan pernah selesai. Masing-masing pihak akan saling melemparkan tanggung jawab ke pihak yang lain. Jadi, mengapa tidak berpikir bahwa kita sendiri harus ikut mengambil tanggung jawab tersebut?

Kita dapat mengambil tanggung jawab tersebut setidak-tidaknya dengan cara tidak ikut ambil bagian dalam kontes tenaga kerja, paling tidak jumlah kontestan akan berkurang satu. Jika kita dapat menciptakan satu lagi kursi lapangan pekerjaan, paling tidak tingkat persaingan perebutan lapangan pekerjaan akan sedikit berkurang. Jadi, dengan menciptakan lapangan pekerjaan, paling tidak untuk diri sendiri maka kita sudah ikut ambil bagian dalam memecahkan masalah pengangguran.

Memang, menciptakan lapangan pekerjaan meskipun untuk diri kita sendiri adalah hal yang tidak mudah. Menjadi wirausaha memberikan peluang untuk berkembang yang cukup besar. Di sisi lain, risikonya juga tidak kecil. Jika menjadi wirausaha lebih mudah dari pada menjadi pekerja, akan lebih banyak orang yang memilih menjadi enterpreneur dari pada menjadi pekerja. Oleh karena itu, orang yang menjadi pekerja juga tidak dapat disalahkan karena tidak semua orang mampu menjadi enterpreneur. Banyak masalah yang harus dipecahkan. Bahkan, sebelum menentukan jenis usaha yang akan dibuat masalah yang lebih awal adalah apakah kita berani untuk memilih jalan menjadi wirausaha (enterpreneur).

Akan tetapi, memilih untuk menjadi kontestan perebutan lapangan kerja juga bukan hal yang mudah. Dunia usaha penuh dengan persaingan. Tetapi, dunia pekerjaan juga penuh dengan persaingan diawali sejak tahap melamar pekerjaan. Setelah kita masuk ke dunia kerja, persaingan juga tetap ada. Dalam sebuah perusahaan, jumlah staf hampir selalu lebih banyak dari pada jumlah manajer. Untuk menjadi manajer kita juga harus bersaing.

Untuk memulai menjadi wirausaha biasanya kita memenuhi tiga ketakutan. Ketakutan yang pertama adalah takut rugi. Memang usaha apa pun akan selalu berisiko untuk rugi tetapi juga berpeluang untuk untung. Dalam dunia kerja pun kita juga menemui berpeluang untuk diberhentikan.

Ketakutan yang kedua adalah takut terhadap ketidakpastian, terutama ketidakpastian dalam penghasilan. Seperti dijelaskan di atas, dalam berusaha pasti kita akan selalu berpeluang untuk untung maupun rugi. Dunia kerja pun juga memiliki ketidakpastian. Kita tidak dapat memastikan kondisi kesehatan perusahaan.

Ketakutan yang ketiga adalah takut mencoba. Sebenarnya takut mencoba tersebut dapat disamakan dengan takut tenggelam. Jika kita tidak pernah mencoba untuk berenang, kita tidak akan pernah dapat berenang. Kita hanya akan tahu teori berenang tanpa tahu bagaimana rasanya berenang. Demikian halnya dengan menjadi wirausaha. Kita dapat belajar teknik menjadi wirausaha. Jumlah buku tentang menjadi wirausaha juga sudah sangat melimpah. Kita tahu banyak pengusaha yang berhasil memiliki penghasilan yang sangat memadai. Tetapi, jika kita tidak pernah mencoba memulai usaha, kita akan terus bermimpi menjadi pengusaha.

Iklim usaha secara umum memang tidak begitu baik. Akan tetapi, bukan berarti peluang usaha tidak ada. Peluang usaha akan selalu ada. Setiap manusia harus selalu mencukupi kebutuhannya. Kebutuhan tersebut adalah awal dari peluang.

Pertanyaan berikutnya adalah memilih usaha yang akan digeluti. Kita dapat memilih melalalui dua arah. Yang pertama adalah berpikir dari hilir, yaitu apa yang dibutuhkan oleh konsumen. Jika kita berpikir kebutuhan konsumen yang bersifat umum tentu persaingannya akan berat karena di bidang tersebut sudah diisi oleh banyak pemain.

Misalnya, dengan berdagang berat maka akan selalu ada konsumen, tetapi jumlah pedagang beras yang sudah ada juga sangat banyak. Jika kita berpikir mengenai kebutuhan konsumen yang belum digarap oleh banyak pihak, kita harus berpikir dengan lebih keras karena sepinya pemain di bidang tersebut pasti karena alasan-alasan tertentu. Salah satu masalah berpikir dari hilir adalah kita belum tentu dapat melakukannya, mungkin karena ilmu kita saat ini belum mendukung bidang yang akan kita garap.

Berpikir dari hulu berarti kita mencoba memulai usaha berdasarkan apa yang dapat kita lakukan. Jika kemampuan kita bersifat umum, banyak pihak yang menjadi pesaing kita. Jika kita memiliki ilmu yang spesifik, pesaing mungkin lebih sedikit.

Kembali ke masalah ketenagakerjaan, jika kita ikut memperebutkan kursi lapangan pekerjaan, sebenarnya kita ikut menjadi beban masalah ketenagakerjaan. Akan tetapi, jika kita berusaha untuk menciptakan lapangan kerja, minimal untuk diri kita sendiri sebenarnya kita sudah ikut menjadi solusi. Sayangnya, mengapa banyak di antara kita yang lebih senang menjadi beban daripada menjadi solusi?***

Inovasi-Kewirausahaan: Mengukur "Bakat" Kewirausahaan Anda


Oleh: Andrias Harefa*

Bahwa setiap orang berpotensi menjadi wirausaha tidak berarti
hal itu akan terjadi dengan sendirinya. Setiap orang harus membuat
keputusan untuk menjadi apapun yang dicita-citakannya sesuai pengenalan
terhadap bakat, talenta dan potensi dirinya masing-masing.


Apakah Anda berpotensi untuk menjadi wirausaha handal? Saya tidak tahu. Tetapi bila Anda bertanya-tanya apakah Anda dapat mengetahui seberapa jauh Anda berpotensi, mampu atau berbakat untuk menjadi wirausaha handal, maka cobalah menjawab sejumlah pertanyaan berikut :
• Apakah Anda lebih suka bekerja dengan para ahli untuk mengejar prestasi?
• Apakah Anda tidak takut mengambil risiko, tetapi akan berusaha berusaha menghindari risiko tinggi bila dimungkinkan?
• Apakah Anda cepat mengenali dan memecahkan masalah yang dapat menghalangi kemampuan Anda untuk mencapai tujuan?
• Apakah Anda tidak akan mengijinkan kebutuhan akan status mengganggu misi bisnis Anda?
• Apakah Anda rela berkorban dan bersedia bekerja dengan jam kerja yang panjang untuk membangun bisnis Anda?
• Apakah Anda memiliki rasa percaya diri yang tinggi untuk mencapai keberhasilan?
• Apakah Anda tidak membolehkan hubungan emosional mengganggu bisnis Anda?
• Apakah Anda menganggap struktur organisasi sebagai satu halangan untuk mencapai sasaran yang Anda inginkan?

Jika semua pertanyaan itu Anda jawab dengan "Ya", maka Anda memiliki profil seorang wirausaha sejati. Paling tidak demikianlah menurut David E. Rye, pakar kewirausahaan yang mengajarkan hal itu di Universitas Colorado, Amerika Serikat. Tetapi memiliki profil wirausaha belum berarti Anda akan sukses berwirausaha. Sebab sukses sebagai wirausaha itu ditentukan oleh sejumlah ciri-ciri lainnya.

Cobalah mengidentifikasi apakah Anda memiliki ciri-ciri sukses yang menonjol untuk menjadi wirausaha handal dengan menanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan berikut :
• Apakah saya ingin mengendalikan semua hal yang saya lakukan?
• Apakah saya menyukai aktivitas yang menunjukkan kemajuan yang berorientasi pada tujuan?
• Apakah saya mampu memotivasi diri sendiri dengan suatu hasrat yang tinggi untuk berhasil?
• Apakah saya cepat memahami rincian tugas yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran yang saya tetapkan?
• Apakah saya akan menganalisis semua pilihan yang tersedia untuk memastikan keberhasilannya dan meminimalisasi risikonya?
• Apakah saya mengenali pentingnya hidup pribadi saya dalam hubungannya dengan usaha yang saya tekuni?
• Apakah saya selalu mencari suatu cara yang lebih baik untuk melakukan suatu pekerjaan?
• Apakah saya selalu melihat pilihan-pilihan yang tersedia untuk mengatasi setiap masalah yang mungkin menghadang?
• Apakah saya tidak takut mengakui kesalahan bila ternyata saya memang keliru?

Bila semua pertanyaan di atas Anda jawab dengan "Ya", maka makin jelaslah potensi kewirausahaan dalam diri Anda. Tetapi untuk menyempurnakan keyakinan Anda, cobalah menjawab kembali pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
• Sukakah Anda bertanggung jawab terhadap situasi tertentu dan mengambil keputusan sendiri?
• Apakah Anda menikmati persaingan dalam suatu lingkungan bisnis yang kompetitif?
• Apakah Anda secara individual mampu mengarahkan diri sendiri dengan disiplin diri yang kuat?
• Sukakah Anda merencanakan masa depan dan secara konsisten berusaha mencapai tujuan atau sasaran pribadi Anda?
• Apakah Anda cukup mampu memanajemeni waktu dan sering menyelesaikan tugas-tugas secara tepat waktu?
• Jika Anda mulai berwirausaha, siapkah Anda untuk menurunkan standar hidup sampai usaha Anda menghasilkan pemasukan yang cukup kokoh?
• Apakah kesehatan Anda cukup baik dan apakah stamina fisik Anda cukup kuat untuk bekerja dalam rentang waktu yang panjang?
• Dapatkah Anda mengakui bila melakukan kekeliruan dan menerima nasehat dari orang lain?
• Jika bisnis Anda gagal, siapkah Anda untuk kehilangan semua kekayaan?
• Apakah Anda memiliki kestabilan untuk bekerja dalam tekanan dan penuh ketegangan?
• Dapatkah Anda dengan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan dan melaksanakan perubahan bila diperlukan?
• Apakah Anda seorang yang berinisiatif untuk memulai dan bekerja sendiri tanpa bergantung pada orang lain (self-starter)?
• Dapatkah Anda mengambil keputusan dengan cepat dan tidak menyesali keputusan buruk yang mungkin Anda ambil?
• Apakah Anda mempercayai orang lain dan apakah mereka juga mempercayai Anda?
• Apakah Anda dapat memahami bagaimana memecahkan masalah dengan cepat, efektif, dan dengan penuh keyakinan?
• Dapatkah Anda mempertahankan suatu sikap yang positif meskipun dalam menghadapi kemalangan?
• Apakah Anda seorang komunikator yang baik dan dapatkah Anda menjelaskan ide-ide Anda dalam kata-kata yang dapat dipahami orang lain?

Jika semua pertanyaan itu lagi-lagi Anda jawab dengan "ya", maka sekali lagi menurut David Rye, sempurnalah potensi kewirausahaan dalam diri Anda. Tetapi bila dari 17 pertanyaan terakhir 4 atau lebih Anda jawab dengan "Tidak", maka sebaiknya Anda kembali memikirkan niat Anda untuk menjadi wirausaha.

Saya percaya bahwa teknik berdialog dengan diri sendiri dengan menggunakan berbagai pertanyaan seperti di atas sangat berguna untuk lebih mengenali potensi diri seseorang. Apalagi bila hal itu disusun berdasarkan suatu pengalaman dan diperkaya dengan studi atau penelitian khusus dengan metode yang ketat.

Masalahnya, saya juga percaya bahwa sebagian orang cenderung menilai dirinya secara tidak proporsional. Ia bisa menilai dirinya serba mampu, serba baik, dan serba hebat (superior), atau justru serba tidak mampu dan banyak kelemahan (inferior). Belum lagi kenyataan yang menunjukkan bahwa potensi setiap orang itu dapat berkembang dari waktu ke waktu. Lewat proses belajar secara berkesinambungan orang dapat meningkatkan kualitas pribadinya dan mengalami keajaiban-keajaiban dalam hidupnya.

Karenanya, apapun jawaban yang Anda berikan terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas, ijinkan saya untuk menyederhanakan semua itu menjadi satu saja, yakni : apakah Anda benar-benar ingin berwirausaha, sekalipun belum tentu Anda akan berhasil dan sekalipun Anda harus bekerja keras menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan, serta sekalipun Anda harus selalu berusaha untuk bangkit dari kegagalan-kegagalan yang bertubi-tubi? Jika Anda menjawab "Ya" terhadap pertanyaan tunggal ini, maka tak perlu ragu untuk mencobanya. Sebab hal itu berarti Anda telah membuat sebuah keputusan yang penting bagi masa depan Anda sendiri. Dan untuk menciptakan masa depan Anda sendiri, setidaknya hal ini disarankan oleh Michael Dell, adakalanya Anda tidak perlu mendengarkan apa yang orang lain katakan tidak mampu Anda lakukan. Just do it (lakukan saja). Jangan biarkan orang lain mendikte hidup Anda. Cobalah mengecap suatu kenikmatan khusus untuk melakukan apa yang justru dianggap orang tidak mampu Anda lakukan.

Selanjutnya, agar keputusan itu tidak menjadi sesuatu yang konyol, maka yang perlu Anda lakukan adalah menemukan jawaban terhadap pertanyaan berikut ini : bagaimana saya dapat memilih bidang usaha yang memungkinkan saya untuk berhasil? Itulah yang nanti akan kita bicarakan.

*) Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS. Beralamat di www.pembelajar.com

Inovasi-Kewirausahaan: Kewirausahaan, Untuk Semua Orang?


Oleh: Andrias Harefa*

Menjadi wirausaha yang handal tidaklah mudah.
Tetapi tidaklah sesulit yang dibayangkan banyak orang,
karena setiap orang dalam belajar berwirausaha.


Menurut Poppy King, wirausaha muda dari Australia yang terjun ke bisnis sejak berusia 18 tahun, ada tiga hal yang selalu dihadapi seorang wirausaha di bidang apapun, yakni: pertama, obstacle (hambatan); kedua, hardship (kesulitan); ketiga, very rewarding life (imbalan atau hasil bagi kehidupan yang memukau). Dan saya setuju sepenuhnya dengan pernyataan itu. Karenanya saya berpendapat bahwa sesungguhnya kewirausahaan dalam batas tertentu adalah untuk semua orang. Mengapa?

Saya kira cukup banyak alasan untuk mengatakan hal itu. Pertama, setiap orang memiliki cita-cita, impian, atau sekurang-kurangnya harapan untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia. Hal ini merupakan semacam "intuisi" yang mendorong manusia normal untuk bekerja dan berusaha. "Intuisi" ini berkaitan dengan salah satu potensi kemanusiaan, yakni daya imajinasi kreatif.

Karena manusia merupakan satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang, antara lain, dianugerahi daya imajinasi kreatif, maka ia dapat menggunakannya untuk berpikir. Pikiran itu dapat diarahkan ke masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dengan berpikir, ia dapat mencari jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan penting seperti: Dari manakah aku berasal? Dimanakah aku saat ini? Dan kemanakah aku akan pergi? Serta apakah yang akan aku wariskan kepada dunia ini?

Menelusuri sejarah pribadi di masa lalu dapat memberikan gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan seseorang. Didalamnya terdapat sejumlah pengalaman hidup : hambatan dan kesulitan yang pernah kita hadapi dan bagaimana kita mengatasinya, kegagalan dan keberhasilan, kesenangan dan keperihan, dan lain sebagainya. Namun, karena semuanya sudah berlalu, maka tidak banyak lagi yang dapat dilakukan untuk mengubah semua itu. Kita harus menerimanya dan memberinya makna yang tepat serta meletakkannya dalam suatu perspektif masa kini dan masa depan (Harefa: Sukses Tanpa Gelar, Gramedia Pustaka Utama, 1998, hlm.3-7).

Masa kini menceritakan situasi nyata dimana kita berada, apa yang telah kita miliki, apa yang belum kita miliki, apa yang kita nikmati dan apa yang belum dapat kita nikmati, apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita dan apa yang menjadi hak asasi kita sebagai manusia, dan lain sebagainya. Dengan menyadari keberadaan kita saat ini, kita dapat bersyukur atau mengeluh, kita dapat berpuas diri atau menentukan sasaran berikutnya, dan seterusnya.

Masa depan memberikan harapan, paling tidak demikianlah seharusnya bagi mereka yang beriman berkepercayaan. Bila kita memiliki masa lalu yang tidak menyenangkan, dan masih berada pada situasi dan kondisi yang belum sesuai dengan cita-cita atau impian kita, maka adalah wajar jika kita mengharapkan masa depan yang lebih baik, lebih cerah, lebih menyenangkan. Sebab selama masih ada hari esok, segala kemungkinan masih tetap terbuka lebar (terlepas dari pesimisme atau optimisme mengenai hal itu).

Jelas bahwa masa lalu, masa kini, dan masa depan bertalian langsung dengan daya imajinasi kita. Dan di dalam masa-masa itulah segala hambatan (obstacle), kesulitan (hardship), dan kesenangan atau suka cita (very rewarding life) bercampur baur jadi satu. Sehingga, jika Poppy King mengatakan bahwa ketiga hal itulah yang dihadapi oleh seorang wirausaha dalam bidang apapun, maka bukankah itu berarti bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang? Siapakah manusia di muka bumi ini yang tidak pernah menghadapi hambatan dan kesulitan untuk mencapai cita-cita dan impiannya?

Alasan kedua yang membuat kewirausahaan itu pada dasarnya untuk semua orang adalah karena hal itu dapat dipelajari. Peter F. Drucker, misalnya, pernah menulis dalam Innovation and Entrepreneurship bahwa, "Setiap orang yang memiliki keberanian untuk mengambil keputusan dapat belajar menjadi wirausaha, dan berperilaku seperti wirausaha. Sebab (atau maka) kewirausahaan lebih merupakan perilaku daripada gejala kepribadian, yang dasarnya terletak pada konsep dan teori, bukan pada intuisi". Dan perilaku, konsep, dan teori merupakan hal-hal yang dapat dipelajari oleh siapapun juga. Sepanjang kita bersedia membuka hati dan pikiran untuk belajar, maka kesempatan untuk menjadi wirausaha tetap terbuka. Sepanjang kita sadar bahwa belajar pada hakekatnya merupakan suatu proses yang berkelanjutan, yang tidak selalu berarti dimulai dan berakhir di sekolah atau universitas tertentu, tetapi dapat dilakukan seumur hidup, dimana saja dan kapan saja (saya menyebutnya Sekolah Besar Kehidupan), maka belajar berwirausaha dapat dilakukan oleh siapa saja, meski tak harus berarti menjadi wirausaha "besar".

Alasan yang ketiga adalah karena fakta sejarah menunjukkan kepada kita bahwa para wirausaha yang paling berhasil sekalipun pada dasarnya adalah manusia biasa. Sabeer Bathia, seorang digital entrepreneur yang meluncurkan hotmail.com tanggal 4 Juli 1996, baru menyadari hal ini setelah ia berguru kepada orang-orang seperti Steve Jobs, penemu komputer pribadi (Apple). Dan kesadaran itu membuatnya cukup percaya diri ketika menetapkan harga penemuannya senilai 400 juta dollar AS kepada Bill Gates, pemilik Microsoft, yang juga manusia biasa.

Alasan keempat yang ingin saya sebutkan disini adalah karena setelah mempelajari kiat-kiat sukses puluhan wirausaha kecil, menengah dan besar, dalam konteks lokal-nasional-regional sampai internasional-global-dunia, maka saya sampai pada kesimpulan bahwa kiat-kiat sukses mereka sangatlah sederhana. Dalam buku Berwirausaha Dari Nol telah saya sampaikan bahwa mereka:
….. digerakkan oleh ide dan impian,
….. lebih mengandalkan kreativitas,
….. menunjukkan keberanian,
….. percaya pada hoki, tapi lebih percaya pada usaha nyata,
….. melihat masalah sebagai peluang,
….. memilih usaha sesuai hobi dan minat,
….. mulai dengan modal seadanya,
….. senang mencoba hal baru,
….. selalu bangkit dari kegagalan, dan
….. tak mengandalkan gelar akademis.
Sepuluh kiat sukses itu pada dasarnya sederhana, tidak memerlukan orang-orang yang luar biasa. Orang dengan IQ tinggi, sedang, sampai rendah dapat (belajar) melakukannya.

Alasan kelima adalah karena kewirausahaan mengarahkan orang kepada kepemimpinan. Dan kepemimpinan adalah untuk semua orang (Harefa : Berguru Pada Matahari, Gramedia Pustaka Utama, 1998; juga Harefa: Menjadi Manusia Pembelajar, Kompas, 2000).

Dengan lima alasan sederhana di atas, saya ingin menegaskan bahwa kewirausahaan adalah untuk semua orang. Saya tidak percaya pada teori atau konsep yang mengatakan bahwa orang yang berdarah Tionghoa saja yang dapat sukses berwirausaha (pandangan ini diyakini sebagian orang di Indonesia). Sebab dengan demikian bagaimana kita menjelaskan keberhasilan orang Aceh, Batak, Minang Kabau, Lampung, Sulawesi, Lombok, dan pribumi lainnya yang juga sukses berwirausaha? Saya juga tidak mendukung teori Max Weber yang menempatkan kaum protestan sebagai wirausaha ulung tanpa tanding (meski untuk konteks Amerika dan Eropa mungkin ada benarnya). Sebab bagaimana ia menjelaskan keberhasilan wirausaha-wirausaha di wilayah Asia dan Timur Tengah yang bukan protestan? Bukankah keberhasilan Taiwan dan Singapura oleh Lee Teng-hui dan Lee Kuan Yew dinyatakan sebagai "dampak" etika konfusianisme?

Tetapi saya setuju ketika Anugerah Pekerti, mantan Direktur Utama Lembaga Manajemen PPM, mendefinisikan kewirausahaan sebagai tanggapan terhadap peluang usaha yang terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa organisasi usaha yang melembaga, produktif, dan inovatif. Saya juga sependapat dengan Howard H. Stevenson, mantan Presiden Harvard Business School yang memahami kewirausahaan sebagai suatu pola tingkah laku manajerial yang terpadu dalam upaya pemanfaatan peluang-peluang yang tersedia tanpa mengabaikan sumber daya yang dimilikinya. Saya mendukung pendapat Drucker bahwa pemanfaatan peluang merupakan definisi yang tepat untuk kewirausahaan dan bahwa seorang wirausaha harus mengalokasikan sumber daya dari bidang-bidang yang memberi hasil rendah atau menurun ke bidang-bidang yang memberi hasil tinggi atau meningkat.

Richard Cantillon, orang pertama yang menggunakan istilah entrepreneur di awal abad ke-18, mengatakan bahwa wirausaha adalah seseorang yang menanggung risiko. Ia benar. Joseph Schumpeter juga benar ketika mengatakan bahwa wirausaha adalah inovator produksi. Dan mengatakan bahwa wirausaha adalah seorang peniru, seperti pendapat William H. Sahlman, juga tak ada salahnya. Tetapi saya pribadi lebih suka pada pandangan Jose Carlos Jarillo-Mossi yang mengatakan bahwa wirausaha itu adalah seseorang yang merasakan adanya peluang, mengejar peluang-peluang yang sesuai dengan situasi dirinya, dan percaya bahwa kesuksesan merupakan suatu hal yang dapat dicapai.

Kewirausahaan adalah untuk semua orang. Semua orang berpotensi untuk menjadi wirausaha. Namun apakah ia wirausaha yang berhasil, setengah berhasil, atau gagal, itu soal lain. Sama seperti orang-orang yang berpotensi menjadi presiden tidak semuanya menjadi presiden sungguhan, sementara yang tidak disangka-sangka menjadi presiden (seperti Gus Dur tercinta, misalnya) justru berhasil menjadi presiden. Artinya, antara lain, tak ada konsep atau teori yang bersifat mutlak, juga tentang kewirausahaan. Tidak juga teori yang disampaikan lewat tulisan pendek ini.

*) Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS. Beralamat di www.pembelajar.com

Inovasi-Kewirausahaan: Kecerdasan Emosi Wirausaha

Oleh: Andrias Harefa*

Tidak selalu mudah menentukan pilihan bidang usaha
yang tepat, yang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat,
talenta, dan potensi Anda. Sebab semua hal itu harus dapat
dikaitkan dengan kebutuhan pasar yang nyata, suatu hal
yang memerlukan kemampuan berempati, menyadari
perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain.


Kesulitan pertama yang muncul ketika seseorang memutuskan untuk menjadi wirausaha adalah mendapatkan peluang usaha yang cocok, yang sesuai dengan situasi dirinya, atau mendapatkan ide-ide yang dapat dikembangkan menjadi suatu usaha nyata. Ada dua hal yang penting disini : kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.

Kecakapan pribadi menyangkut soal bagaimana kita mengelola diri sendiri. Tiga unsur yang terpenting untuk menilai kecakapan pribadi seseorang adalah: pertama, kesadaran diri. Ini menyangkut kemampuan mengenali emosi diri sendiri dan efeknya, mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri, dan keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri atau percaya diri. Kedua, pengaturan diri. Ini menyangkut kemampuan mengelola emosi-mosi dan desakan-desakan yang merusak, memelihara norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, keluwesan dalam menghadapi perubahan, dan mudah menerima atau terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi baru. Dan ketiga, motivasi. Ini menyangkut dorongan prestasi untuk menjadi lebih baik, komitmen, inisiatif untuk memanfaatkan kesempatan, dan optimisme dalam menghadapi halangan dan kegagalan.

Kecakapan sosial menyangkut soal bagaimana kita menangani suatu hubungan. Dua unsur terpenting untuk menilai kecakapan sosial seseorang adalah: pertama, empati. Ini menyangkut kemampuan untuk memahami orang lain, perspektif orang lain, dan berminat terhadap kepentingan orang lain. Juga kemampuan mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan. Mengatasi keragaman dalam membina pergaulan, mengembangkan orang lain, dan kemampuan membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungannya dengan kekuasaan, juga tercakup didalamnya. Kedua, keterampilan sosial. Termasuk dalam hal ini adalah taktik-taktik untuk meyakinkan orang (persuasi), berkomunikasi secara jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok, memulai dan mengelola perubahan, bernegosiasi dan mengatasi silang pendapat, bekerja sama untuk tujuan bersama, dan menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan kepentingan bersama.

Dengan kata lain keberhasilan menjadi wirausaha itu berkaitan erat dengan kecerdasan dan kecakapan emosi seseorang, suatu hal yang banyak diuraikan Daniel Goleman dalam karya-karyanya. Atau sekurang-kurangnya kita dapat mengatakan bahwa untuk menjadi wirausaha sukses diperlukan kecerdasan intrapersonal (kecakapan pribadi) dan kecerdasan interpersonal (kecakapan sosial).

Bahwa kecerdasan intrapersonal atau kecakapan pribadi merupakan hal penting dalam memilih bidang usaha nampak jelas dari pengalaman dan keberhasilan pada digital entrepreneur seperti Steve Jobs (Apple), Bill Gates (Microsoft), Michael Dell (Dell Computers), Jeff Bezos (Amazon.com), Sabeer Bathia (Hotmail.com), Abdul Rahman dan Budiono Darsono (Detik.com), John Tumiwa dan Jerry (AsiaGateway.com), Adi (Indomall.or.id), Wiro dan Korpin (Datakencana.com), dan Hardi (Indomall.com). Sebab sebagaimana telah saya paparkan dalam buku Berwirausaha Dari Nol (Gramedia Pustaka Utama, 2000), mereka semua memilih bisnis di alam maya sebagai pengembangan dari kesenangan atau hobi "bergaul" dengan komputer. Juga terlihat dalam kisah sukses kolektor sepatu eksklusif Linda Chandra yang memilih usaha sesuai hobinya sejak kecil itu. Nilasari dan Theresia Juliaty berhasil mengembangkan hobi memasak kue menjadi bisnis yang menguntungkan. Riyanto Tosin dan Iwan Gayo menyenangi bidang pendidikan dan sukses dalam usaha menulis, menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku pendidikan. Dale Carnegie menjadi kesohor karena kesenangannya menulis dan mengajar dikelola menjadi buku laris How To Win Friend and Influence People, How To Stop Worrying and Start Living, dan mendirikan Dale Carnegie Training. Stephen Covey menjadi terkemuka karena berhasil mengolah kesenangannya melakukan studi pustaka dan merajutnya menjadi karya-karya besar yang menggoncang dunia, The 7 Habits of Highly Effective People, The 7 Habits of Higly Effective Family, Living The 7 Habits, Principle-Centered Leadership, dan mendirikan Covey Leadership Center.

Jadi langkah pertama dalam memilih bidang usaha adalah menemukan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan seperti :
• Apakah Anda mengenali emosi-emosi diri dan dampak yang ditimbulkannya dalam diri Anda? Apa yang membuat Anda senang, gembira, atau sedih?
• Apakah Anda mengetahui kekuatan-kekuatan pribadi Anda, bakat, talenta, pengetahuan, dan keterampilan yang telah Anda kembangkan serta batas-batasnya?
• Dalam hal apa Anda memiliki keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri (percaya diri)?
• Seberapa jauh Anda mampu mengendalikan diri dalam mengelola desakan-desakan hati yang merusak?
• Apakah Anda memiliki sifat dapat dipercaya, jujur dan menunjukkan integritas?
• Seberapa jauh Anda merasa bertanggung jawab atas hasil-hasil yang Anda peroleh selama ini (kinerja pribadi)?
• Apakah Anda menunjukkan keluwesan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang tak terhindarkan?
• Apakah Anda terbuka dan menerima pendapat, gagasan, dan informasi-informasi baru untuk berinovasi?
• Seberapa jauh Anda memiliki dorongan yang kuat untuk maju, meningkatkan taraf hidup dan kualitas hidup Anda?
• Seberapa jauh Anda mampu menyesuaikan diri dengan kelompok?
• Seberapa jauh Anda mempersiapkan diri untuk mengambil atau memanfaatkan kesempatan?
• Seberapa gigih Anda menghadapi halangan dan kegagalan dalam mencapai cita-cita pribadi Anda?

Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu menunjukkan tingkat kecerdasan intrapersonal atau kecakapan pribadi seseorang. Tetapi untuk menjadi wirausaha kita tidak dapat berhenti sampai disitu. Sebab diperlukan kecerdasan interpersonal atau kecakapan sosial untuk melengkapinya. Dalam hal ini kecerdasan intrapersonal menjadi fondasi dari kecerdasan interpersonal, kecakapan pribadi merupakan landasan untuk mengembangkan kecakapan sosial, etika karakter menjadi tumpuan etika kepribadian. Itulah yang ditunjukkan oleh kisah-kisah wirausaha sukses tersebut di atas.

Bill Gates tahu betul bahwa ia cerdas dalam menyusun program-program komputer (software). Tapi hal itu tidak cukup untuk menjadi wirausaha. Ia juga harus memahami keinginan, kebutuhan, dan kepentingan pasar global terhadap teknologi komunikasi informasi yang mudah dipahami (user friendly). Kemampuannya berempati dengan keinginan, kebutuhan, dan kepentingan orang lain itulah yang membuat Microsoft selalu menawarkan produk-produk yang relatif mudah dipergunakan untuk berbagai kepentingan konsumennya.

Michael Dell sadar sekali bahwa sejak usia remaja ia menyukai metode pemasaran langsung ke pelanggan (end users), tanpa perantara. Dan ia belajar sungguh-sungguh untuk memanfaatkan teknologi komputer sekaligus sebagai sarana memasarkan secara langsung (direct marketing). Sebab hal ini dapat menekan biaya, sehingga konsumen diuntungkan. Pemasaran langsung juga memungkinkan Dell menjalin hubungan yang erat untuk mendapatkan masukan atau bahkan melibatkan konsumen dalam proses inovasi produk-produknya (relationship marketing). Ada pemahaman yang kuat mengenai kebutuhan, keinginan, dan kepentingan konsumen yang dilayaninya. Ada minat yang kuat untuk berempati dan menawarkan solusi yang saling menguntungkan (win win solution).

Budiono Darsono sadar betul bahwa ia mahir dalam menjalankan fungsi sebagai redaktur media cetak. Pengalamannya di majalah TEMPO dan tabloid DeTik, misalnya, menunjukkan bakat-bakatnya yang terbaik. Masalahnya ia melihat adanya kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pembaca media di Indonesia untuk mendapatkan berita aktual sedini mungkin. Soalnya adalah bagaimana memuat berita tentang peristiwa penting yang terjadi hingga pukul enam sore, agar dapat diketahui pembaca pada pukul delapan malam, hari yang sama (sementara media cetak baru muncul esok pagi). Jawabnya adalah membuat media online di internet. Maka dengan modal nekad dan uang 30-an juta rupiah (sementara untuk mendirikan media cetak diperlukan investasi miliaran rupiah) lahirlah situs Detik.com. Bahkan mulai Februari 2000 Detik.com dikembangkan menjadi bisnis portal dan bukan sekadar media digital.

Dalam bentuknya yang populer, kecerdasan interpersonal dan kecakapan sosial ini umumnya di subkontrakkan menjadi apa yang galib disebut survei dan riset pasar. Intinya sama, yakni mengetahui keinginan, kebutuhan, dan persepsi segmen pasar yang ingin dibidik dan mengkaji kemungkinan menangguk keuntungan dari segmen pasar tersebut.

Jadi, bagaimana memilih bidang usaha yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kemampuan pribadi Anda? Pertama, gunakanlah kecerdasan intrapersonal dan kecakapan pribadi Anda. Untuk itu pakailah pertanyaan-pertanyaan sebelumnya sebagai bahan refleksi, melakukan perjalanan ke dalam diri Anda sendiri. Hal ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pribadi (atau kelompok), tak bisa digantikan oleh siapapun juga. Ketahuilah secara pasti apa produk atau jasa yang dapat Anda tawarkan kepada orang lain (sebagai solusi terhadap masalah tertentu), yang sesuai dengan minat, bakat, talenta, dan hobi Anda.

Kedua, gunakanlah kecerdasan interpersonal dan kecakapan sosial Anda untuk berempati, memahami kebutuhan, keinginan, kepentingan, dan permasalahan segmen pasar tertentu. Sepanjang dimungkinkan, lakukan survei dan riset pasar. Kalau modal usaha Anda memadai subkontrakkan hal ini pada para ahlinya. Kalau modal usaha Anda pas-pasan, lakukan saja sendiri. Kunjungi pasar-pasar tradisional dan modern, hadiri pameran-pameran, wawancarai orang-orang yang menurut Anda memahami hal yang ingin Anda ketahui, dan seterusnya.

Selanjutnya, apakah bidang usaha yang Anda pilih itu masih memberikan peluang bisnis yang sesuai dengan harapan? Mari kita pikirkan bersama-sama.

*) Andrias Harefa, bekerja sebagai knowledge entrepreneur, learning partner, motivational speaker, dan penulis beberapa buku best-seller terbitan Gramedia Pustaka Utama dan Penerbit KOMPAS. Beralamat di www.pembelajar.com

Tidak ada komentar:

You Tube